Wednesday, August 28, 2019

Kemenpar Kerahkan Segala Upaya untuk Meraih 20 Juta Wisman

Wisman di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, NTB, Kamis (21/2/2019).

Deputi Pengembangan Pemasaran II Kemenpar, Nia Niscaya mengatakan pihaknya akan berusaha sekuat tenaga menjalankan program Shifting to The Front untuk mendorong seluruh pelaku usaha pariwisata menawarkan paket wisata yang menarik bagi wisatawan mancanegara ( wisman).

Beberapa strategi tersebut diterapkan dalam program "super-extra ordinary" yang akan dijadikan sebagai senjata terakhir yang mencakup tiga program yakni border tourism, tourism hub, dan low cost terminal (LCT).

Program ini sebagai strategi campuran dari tiga program yakni ordinary, extra-ordinary, dan super-extra ordinary.

Hal ini sebagai program istimewa dan menjadi senjata pamungkas untuk mewujudkan target akhir 10 juta di semester pertama dan 20 juta wisman tahun 2019, kata Nia dalam acara Sosialisasi Promosi Pariwisata kepada Media Nasional di Hotel Katamaran, Mangsit, Lombok, NTB, Kamis (21/2/2019).

Menurut Nia, program super-extra ordinary mencakup tiga program yaitu Border Tourism, Tourism Hub, dan Low Cost Terminal (LCT). Border tourism dianggap penting karena merupakan cara efektif untuk mendatangkan wisman dari negara-negara tetangga.

Nia menjelaskan beberapa alasan. Pertama, karena wisman dari negara tetangga memiliki kedekatan secara geografis sehingga wisman lebih mudah, cepat, dan murah menjangkau destinasi kita.

Kedua, mereka juga memiliki kedekatan kultural/emosional dengan kita sehingga lebih mudah didatangkan.

Ketiga, potensi pasar Border Tourism ini masih sangat besar baik dari Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Papua Nugini, maupun Timor Leste, katanya.

Untuk program tourism hub sebagai strategi menjaring di kolam tetangga yang sudah banyak ikannya. "Maksudnya, wisman yang sudah berada di hub regional seperti Singapura dan Kuala Lumpur ditarik untuk melanjutkan perjalanan berlibur ke Indonesia," katanya.

"Salah satu persoalan pelik pariwisata kita adalah minimnya penerbangan langsung (direct flight) dari originasi. Direct flight kita misalnya dari originasi China mencapai 50 persen. Artinya 50 persen sisanya masih transit dari Singapura, Kuala Lumpur, atau Hongkong," sambungnya.

Sementara itu untuk program low cost terminal (LCT) diterapkan tahun depan. "Selama ini kita salah memilih instrumen untuk konektivitas udara, dimana kita harus tumbuh tinggi tetapi lebih banyak menggunakan instrumen yang tumbuhnya rendah," katanya.

Wisman yang datang ke Indonesia pada 2017 tercatat lebih dari 55 persen menggunakan Full Service Carrier (FSC) dan sisanya menggunakan Low Cost Carrier (LCC).

Namun, ternyata pertumbuhan FSC rata-rata hanya 12 persen atau jauh di bawah LCC yang tumbuh rata-rata 21 persen per tahun.

Maka, LCC adalah senjata ampuh untuk mendorong pertumbuhan jumlah wisman, di mana maskapai berbiaya rendah ini menyumbang kontribusi peningkatan kunjungan wisman sebanyak 20 persen. Nah, untuk mendorong pertumbuhan LCC, Indonesia harus mempunyai Low Cost Terminal," katanya.

LCT, menurut Nia, merupakan salah satu penentu utama keberhasilan target kunjungan 20 juta wisman pada 2019.

Kemenpar menargetkan 10 juta wisman di semester pertama 2019 dari berbagai negara. Wisman asal China ditargetkan menjadi penyumbang turis terbanyak ke Tanah Air.

"Dari China 3,570 juta disusul secara berurutan wisman asal Eropa 2,580 juta, India 820 ribu, Jepang 720 ribu, Amerika Serikat 560 ribu, Timur Tengah dan Arab Saudi 320 ribu, Taiwan dan Hongkong masing-masing menyumbang 310 ribu dan 130 ribu wisatawan, kata Nia.

No comments:

Post a Comment